SAHABAT VS CINTA
Persahabatan adalah sebuah hubungan yang sangat indah dimana kita tidak akan menyakiti satu sama lain. Persahabatan itu sendiri tidak akan pernah putus. Sahabat ada disaat kita senang dan susah,sahabat akan membuat kita selalu senang dan merasa tidak sendiri dalam kehidupan didunia yang fana ini.Sebaliknya, cinta adalah sebuah hubungan yang memang juga indah tapi cinta sering kali membuat sakit hati dan cinta belum tentu akan bertahan lama. Cinta ada hanya ada pada saat kita senang. Namun,cinta adalah sebuah misteri yang takkan pernah terjawab. Cinta, dalam waktu sekejap bisa membuat orang senang dan sekejap bisa membuat orang sangat sedih.
Tapi, bagaimana kalau kita dihadapkan oleh sebuah masalah yang harus memilh antara sahabat dan cinta. Bagai buah simalakama. Aku tak dapat memilih jika aku memilih sahabat, sama saja aku akan melukai hati dan perasaanku. Tapi, kalau aku memilih cinta aku akan menghancurkan tali persahabatanku yang selama ini aku jalin.
Dalam hati aku menangis. Disatu sisi aku tak ingin melukai hati teman ku disisi lain aku akan menghancurkan hatiku dan hati orang lain. Haruskah aku memilih?
Penyiksaan batin ini tak diketahui oleh siapapun temasuk sahabatku sendiri, aku tak mau dia tahu dan sakit hati dengan semua ini.
Perkenalan ku dengan Kak Awan membawa aku pada sebuah penyiksaan batin dan perasaan. Tapi tidak untuk dia karena dia tidak tau kalau sahabat ku sangat menyukai dan mengaguminya sejak pertama kali mereka bertemu.
Awal kami berkenalan adalah pada sebuah acara yang diselenggarakan sekolah. Dan ternyata kita berdua satu sekolah, dia adalah kakak kelasku. Nah,dari situ kita jadi akrab dan mulai mengenal satu sama lain. Dan suatu hari aku memperkenalkan Kak Awan kepada sahabatku Afit. Saat perkenalan itu aku merasakan ada yang aneh dari Afit sepulang dari perkenalan itu semua keanehan yang aku rasakan tadi pun aku tanyakan pada Afit.
“Fit, kamu keliatan aneh tadi waktu ketemu Kak Awan ada apa ceritain ke aku dong?!” pertanyaan yang mungkin agak aneh itu mendapat respon yang membuat aku kaget.
“Itu Kak Awan ternyata ganteng dan pinter ya, ternyata dia lebih ganteng daripada apa yang kamu ceritain ke aku.” Aku yang mendengarkan jawaban Afit itu bagai tersengat listrik tegangan tinggi yang seketika membuat aku pucat pasi. Melihat perubahan wajahku yang menjadi salah tingkah dan pucat Afit menanyakannya.
“Valent kamu kenapa, sakit? Muka kamu pucat banget” sepertinya Afit khawatir dengan keadaan ku, langsung mengajak ku segera pulang kerumah.
Sampai di rumah aku hanya dapat merenungi apa yang dikatakan Afit tadi. Aku tadi begitu mengerti perkataan Afit tadi yang sangat memuji Kak Awan. Apa mungkin dia suka dengan Kak Awan,namun apa mungkin Afit langsung suka padahalkan dia baru kenal. Tapi aku harus membuang semua pikiranku tentang Afit.
Seminggu setelah perkenalan itu kami bertiga bertambah akrab. Dan aku lihat Afit semakin mengagumi dan menyukai Kak Awan. Begitupun aku ternyata tanpa akusadari aku juga menyukainya. Hati dan perasaanku sakit sekali saat melihat kedekatan mereka berdua. Dan sempat terfikir didalam benakku kalau Kak Awan juga menyukai Afit. Semua itu membuat penyiksaan batin bagi diriku.
Suatu hari ketika aku dan Kak Awan jalan-jalan ketaman berdua ( karena Afit hari ini sedang ada acara lain jadi nggak bisa ikut ). Aku tidak menyangka sama sekali kalau Kak Awan mengungkapkan perasaannya kepadaku. Meski dengan hati yang sangat senang dan berbunga-bunga mendengarnya. Aku tidak mungkin menerimanya karena aku tidak mau melihat Afit sedih dan sakit hati apalagi itu semua karena disebabkan oleh aku yang juga menyukai Kak Awan.
“Tapi Kak, sepertinya aku belum bisa memberikan jawaban apapun kepadamu, karena.....” aku ingin berkata sejujur-jujurnya tapi itu terlalu menyakitkan. Namun, demi kebaikan bersama aku harus mengatakan semuanya.
“Karena Afit, Afit juga menyukai Kakak, bahkan sejak pertama kali kalian bertemu dan aku, aku gak mungkin melukai hatinya karena hubungan kita.” Jawabku sambil terisak dan mulai menangis.
“Tapi, kalaupun kamu tidak melukai hati Afit, itu sama saja kamu akan melukai hati kita. Semua kebohongan itu nantinya pasti akan terbongkar dan aku yakin akan membuat Afit lebih sakit lagi karena kita nggak jujur tentang perasaan kita.” Apa yang dikatakan Kak Awan memang ada benarnya tapi aku tetap nggak bisa itu semua ke Afit.
“Aku mohon Kak, jangan bilang ke Afit. Aku belum bisa katakan itu semua. Beri aku waktu buat bilang Ke Afit nanti.” Aku kembali terisak dan akupun berlari meninggalkan Kak Awan yang kini duduk sendiri di bangku taman.
Sesampainya di rumah aku langsung berlari masuk ke kamar. Dan membuka buku diary ku. Di buku inilah aku selalu menulis keluh dan kesah ku. Hari ini entah mengapa aku ingin menulis sebuah puisi yang aku tujukan untuk sahabatku, Afit.
Dear Diary.....
Hari ini aku mau nulis puisi untuk sahabatku dan sebuah ucapan maaf ku kepadanya.
“MAAF”
Sahabat....
Dalam pikiranku
Terbesit rasa ingin slalu bersamamu
Ingin slalu membuatmu senang
Ingin slalu melihatmu ceria
Namun....
Dalam hatiku
Aku juga mencintainya
Aku ingin memilikinya
Aku ingin slalu bersamanya
Sahabat....
Bukan maksud hatiku
mengkhianatimu.....
menyakitimu......
menghancurkan perasaanmu......
Sahabat.....
Dalam pikiranku, dalam hatiku...
Aku hanya dapat berkata
“MAAF”
Maafkan aku
Atas semua kekhilafanku....
Puisi yang aku tulis untuk sahabatku ini, aku robek dari kumpulan kertas-kertas dalam buku diary ku. Aku tidak mau puisi yang sangat menyayat ini berada dalam buku diary ku. Tanpa fikir panjang aku masukkan kertas ini didalam buku pelajaranku. Aku kembali menangis, aku menyesal mengapa aku harus menyukai Kak Awan. Dalam linangan air mata ini aku hanya dapat merenungi apa yang telah terjadi.
Keesokan harinya kami bertiga berkumpul seperti hari-hari biasanya. Aku dan Kak Awan bersikap seolah-olah tidak terjadi apap-apa kemarin.
Bel pulang sekolahpun berbunyi. Didalam kelas aku menunggu Afit yang belum selesai mencatat. Karena takut kesorean aku menawarinya untuk meminjam buku ku saja.
“Fit, kamu pinjam buku ku aja, soalnya takut kesorean nih...” tawarku kepada Afit sambil memberikan buku itu.
“Ya udah deh, aku pinjam dulu ya besok aku balikin.” Afit pun mengambil buku catatan ku.
Sesampainya di rumah aku beristirahat sebentar sambil menonton TV. Dan akupun teringat sesuatu. Puisi... ya puisi yang kemarin aku buat dan aku letakkan dibuku pelajaranku. Tapi, aku lupa buku apa yang aku gunakan untuk menyimpan puisi itu. Akupun segera beranjak untuk mencari puisi itu disemua buku pelajaranku. Puisi itu sudah aku cari disemua buku pelajaraku tapi hasilnya tetap tidak ketemu. Akupun teringat pada buku yang aku pinjamkan ke Afit. Ya.... pasti didalam buku itu. Tamat sudah riwayatku. Aku tak mampu berbuat apa-apa, aku yakin saat ini Afit sudah membaca puisiku.
Hari ini aku berangkat sekolah dengan muka masam dan kedua mata yang sembab karena kurang tidur dan menangis semalam. Sesampainya di kelas aku menemukan sesosok orang yang tak kalah sembabnya dariku. Afit, dia telah berada di kelas dan sebuah buku ditangannya.
“Valent, kamu ikut aku sekarang” Afit langsung menarik tanganku. Akupun hanya dapat mengikuti permintaan Afit.
“Valent, aku gak nyangka kalau kamu juga suka sama Kak Awan. Tapi kenapa kamu gak jujur aja sama aku, kenapa kamu bohong sama aku?” Afit dengan emosinya yang memuncak dan suara yang sudah meninggi.
“Afit, aku lakuin itu karena aku gak mau buat kamu sakit hati.” jawabku yang mulai terisak.
“Tapi, apa kamu gak sadar itu malah membuat aku makin tambah sakit.” Afit pun mulai terisak juga.
Kami berdua diam dalam keadaan air mata yang berlinang dan dengan pikiran kita masing-masing. Tanpa kami sadari sesosok laki-laki telah berada diantara kami, ya Kak Awan ternyata dia mendengar semua pertengkaran kami.
“Kenapa kalian bertengkar hanya gara-gara aku?” tanya Kak Awan yang merasa bersalah karena dialah penyebab kami berdua bertengkar.
“Aku mau ngomong sesuatu kepada kalian biar semuanya jelas saat ini juga.” perkataan Kak Awan itu membuat kami berdua berhenti menangis.
“Afit, jujur kamu memang cantik,baik, dan pintar. Aku juga menyayangimu tapi maaf, aku gak bisa menyayangimu lebih dari teman dan sahabat baik ku. Sekali lagi maaf.” perkataan Kak Awan membuat Afit kembali menangis.
“Aku mau kalian berdua dengerin aku. Valent, aku juga menyayangimu tapi sayang ini lebih dari sayang kepada seorang teman. Aku menyukaimu, aku mau kamu jadi teman spesial ku.” perkataan Kak Awan kali ini membuat aku dan Afit menangis.
“Tapi Kak, maaf aku gak bisa karena aku gak mau menyakiti Afit aku gak mau tali persahabatan kami putus begitu aja.”
Semua diam tidak ada yang berani bersuara. Suasanapun semakin tenang. Afitpun mengawali pembicaraan.
“Valent, kalau kalian memang saling mencintai aku akan merelakannya. Karena jika aku tidak mengalah akan membuat kita semua sakit.” apa yang dikatakan Afit sangat membuat aku terkejut.
“Afit kamu serius?” aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan Afit.
“Ya, aku serius.” seutas senyum mengembang dari bibir Afit yang membuat aku semakin heran.
“Sebenarnya aku telah memikirkan semua itu semalaman. Dan aku fikir jika aku mengalah semuanya akan baik-baik saja.”
“ Afit....” senyumku merekah sambil memeluk Afit.
Kak Awan yang melihatnyapun ikut senang. Dan saat itu pula aku menerima Kak Awan sebagai teman spesial ku.
Kini aku merasa sangat bahagia memiliki orang yang sayang dan menyayangiku.
Cintaku tak pertepuk sebelah tangan dan tali persahabatanku pun tidak akan putus. Sebaliknya kini persahabatan aku dan Afit semakin erat. Kami berjanji tidak akan menyakiti satu sama lain dan kami harus saling terbuka.
Afit aku ucapkan banyak terima kasih atas semua kebahagiaan ini.